Cerita ini saya tulis untuk mengenang kembali teman
KKN saya yang saat ini ntah ada dimana. Semoga engkau selalu diberikan yang
terbaik olehNya. Dan jika kau ada di suatu tempat “segera balik bro!. kita dah
gak sabar nunggu banyolanmu dan traktiranmua lagi :D”
Sulit sekali untuk
dipercaya. Sepatu pertualanganmu, motor balapmu, jaket kulitmu, dan handphone
sampai saat ini kamu tinggal begitu saja
Seakan-akan kau hanya tinggal nama. Atau mungkin memang benar-benar
sudah tinggal nama untuk selamanya?
17 Agustus 2011
kira-kira pukul 14.30 kami para rombngan KKN tiba di Pantai Seribu (bukan nama
pantai sebenarnya). Pantai Seribu termasuk dalam rangkaian pantai selatan, terletak
di desa Merbabu, kecamatan Rejosari, sekitar 40 km dari kota Bali-bali. Dari
kota Bali-bali menuju ke arah Limaru
sampai pertigaan sebelum pasar Legowo belok ke kiri/arah timur terus mengikuti
jalan utama sampai ke desa Seribu kira-kira 45 menit perjalanan. Kebetulan saat
itu kami mendapat tempat KKN di Kota Bali-bali sehingga selama disana target
kita adalah menaklukkan kota tersebut dengan
menjelajahi semua tempat pariwisata dan menikmati keindahan
alamnya. Kami hanya berencana untuk
pergi kesana tanpa mengetahui kedaan geografis, sejarah, dan misteri dibalik tempat tersebut. Dengan
mengendarai motor tanpa pikir panjang kami langsung meluncur ke tempat yang
kita tuju. Ternyata eh ternyata, wow
jalanan lumayan terjal dan lumayan jauh. Selain itu jalan aspal pun tidak semulus seperti di jalan-jalan biasa.
Akhirnya setelah
menempuh perjalanan kurang lebih 1 jam dari kota Bali-bali, sampailah kita di pantai yang kita tuju.
Tempat pariwisata itu lumayan sepi. Sebelum tiba di pantai tersebut kami
melewati bukit-bukit, dan tambak-tambak. Tempat itu masih terlihat asli, karena
belum ada pemugaran total seperti pantai-pantai lain. Biasanya kalau di pantai
lain banyak orang berjualan berbagai
souvenir, baju-baju dan persewaan perahu untuk mengintari pantai. Selain
itu juga ramai dengan kunjungan wisatawan. Akan tetapi berbeda dengan pantai
selatan satu ini. Daerah sekitar pantai
terdapat kampung nelayan sekitar 20 kilometer dari bibir pantai yang kanan dan
kirinya di apit oleh bukit. Bila kita berjalan ke sebelah timur dan mendaki
bukit yang tanjakannya lumayan cukup terjal maka akan kita jumpai tempat
kapal-kapal nelayan yang sedang tersandar. Walaupun waktu itu adalah tanggal
merah 17 Agustus, hanya dua kelompok
wisatawan yang berkunjung disana.
Sepertinya tempat ini
jarang dikunjungi wisatawan sehingga para pedagang besar enggan untuk menjajakan
dagangannya disana. Yang paling menarik penglihatan kami adalah diatas
bukit terdapat sebuah pelataran putih berbentuk
persegi berkeramik. Dan disamping pelataran tersebut terbangun pagar. Jika
dilihat dari pesisir pantai, terlihat bangunan putih diatas bukit.
Tempat itu digunakan untuk
memperkirakan bulan Ramadhan dan menentukan hari Raya Idul Fitri.
Ketika kami tiba disana
ombak dipantai tidak terlalu besar. Terlihat tenang, anggun, tersenyum seakan-akan menyambut ramah kedatangan kita.
Karena melihat situasi pantai yang begitu ramah dengan kedatangan kami, maka
tak segan-segan kami turun dipesisir pantai tanpa melihat peringatan bahwa
dilarang mandi dipantai. Ntah apa maksud dari peringatan tersebut. Walaupun sebenarnya
kami semua tak mandi dan hanya berfot-foto ria.
Langit tampak cerah, ombak
terlihat tenang dan saling merekat.
Suasana pantai begitu hening. Karena
melihat kondisi pantai maka motorpun kami masukkan sampai mulut pantai. Mesin
motor menderu-deru seolah-olah tidak kuat melangkahkan kakinya dan enggan untuk
diajak menuju bibir pantai. Pasir begitu tebal, sehingga jika dilewati motor
biasa sangat susah untuk dilalui kecuali
jika motor itu digas dengan kekauatan super baru bisa berjalan.
Setelah melalui lautan
pasir yang kurang bersahabat akhirnya kami berhasil merapatkan motor tepat di
bibir pantai. Kami pun langsung berlarian, narsisme pun dimulai. Kami berfoto-foto mengambil beberapa pose agar bisa terlihat
pemandangan sekitar pantai.
Kami saling bergantian
dalam mengambil foto, karena semuanya ingin difoto dan ingin nampang disetiap
sudut pantai. Setelah lelah dan puas berfoto ria, melihat kondisi ombak yang
semakin besar, maka kami sepakat untuk menyatukan alat komunikasi dan dompet untuk
disimpan dalam jok motor teman kami “Rangga”. Kemudian semuanya pun menyebar,
ada yang bermain air dipesisir pantai, ada juga yang enggan untuk menyeburkan
dirinya karena takut masuk angin dan sebagainya. Walaupun begitu, ada beberapa
teman kami yang sangat usil dengan mencari orang-orang yang enggan untuk
membasahkan diri. Dan sialnya orang-orang tersebut hanyalah aku dan Rangga.
Karena tersadar bahwa diri ini adalah golongan yang menganut aliran anti
basah-basahan maka menjauhkan diri dari mereka adalah cara yang terbaik.
Sedangkan Rangga terlihat termenung menatap jauh ke arah laut setelah
mengamankan beberapa benda berharga kami di jok motornya. Ntah apa yang
difikirkannya.
Setelah beberapa saat
kami asyik dengan kegiatan kami masing-masing. Kami baru sadar bahwa ada
sesuatu yang aneh diantara kami, ada sesuatu yg hilang diantara kami. “Rangga”,
kemanakah dia????. Dia adalah anak yang paling asyik, rame dan loyal diantara
kami. Sehingga jika dia tidak ada, suasana terasa sepi. Kami sudah mencoba
untuk memanggil-manggilnya dan mengelilingi pesisir pantai tapi hasilnya nihil.
Terakhir kali saya melihat dia duduk di pesisir pantai sambil memandangi
lautan. Ada teman lain yang melihatnya duduk kemudian berdiri dan
berjalan-jalan menyusuri pantai kemudian menuju laut. Kesaksian teman lain menyebutkan
ketika berjalan menuju pantai kemudian menghadap ke timur, dia berhenti
sejenak, kemudian melanjutkan perjalanannya kembali. Tapi diantara teman-teman
yang melihat tersebut hanya bisa berbicara dalam hati tanpa menyapanya untuk
kembali. Semua teman-teman yang melihat kejadian itu sempat belum berani
mennyatakan kalau teman kita hilang. Kita pun masih terus mencari-mencari.
Kemudian ada dua teman kami yang memberikan kesaksian, Jacky melihat dia
berjalan menuju karang dan air sudah mencapai dada. Lain halnya dengan dengan Novi,
dia melihat ketika air sudah sampai
ujung tangannya. Rangga berjalan mendekti karang, sedikit menepi menuju
laut. Ketika sampai di samping karang, ombak yang besar berhasil mencapai ujung
jari tangan yang sempat dia lambaikan. Novi melihat kejadian itu sempat
tercengang dan tidak bisa berkata apa-apa.
Novi berusaha untuk
meyakinkan kita bahwa Rangga telah tertelan ombak. Tapi kami tidak ada yang
percaya. Karena seperti kebiasaanya dia
sering menghilang tanpa jejak kemudian setelah
beberapa saat kembali lagi dengan kita.
Kami baru tersadar bahwa apa yang dikatakan Novi bisa saja benar.
Kemudian kami menyebar naik ke bukit-bukit untuk melihat keadaanya dari
atas. Tapi setelah keliling bukit
hasilnya tetap nihil.
Matahari sudah hampir
tenggelam, sedangkan Rangga tak kunjung kembali kepada kami. Kesaksian Novi dan
Jacky dan berdasarkan fakta kronologi tenggelamnya Rangga menimbulkan berbagai
tanda tanya. Berdasarkan kesaksian
teman-teman sebelum tenggelam, Rangga sempat duduk di tepi pantai. Pandangannya
menerawang jauh ke laut. Kemudian
kesaksian teman yang lain melihatnya dia berjalan menyusuri pantai kemudian
masuk kelaut dan berjalan ketimur mendekati karang dan bukit. Ketika berjalan
dia berhenti sejenak kemudian merentangkan tangan kemudian berjalan lagi. Jacky
melihat air sudah mencapai dada. Sedangkan jejak terakhir adalah berdasarkan
kesaksian Novi, air sudah mencapai tangannya dan menelannya. Kami sudah tidak bisa mengandalkan kekuatan
kami, akhirnya kami menghubungi ketua RT di desa sekitar pantai untuk membantu
menyelesaikan permasalah kami. Kemudian kami juga menghubungi orang tuanya dan
polair (Polisi Air).
Polisi, para warga dan
kami sendiri menyebar keseluruh penjuru
tepi pantai dan bukit-bukit, berharap jika memang sudah ditakdirkan tidak ada
maka kami bisa menemukan jasadnya. Tapi percuma, tidak ada tanda-tanda sama
sekali dan ombak semakin besar, seakan-akan melambai-lambai mengajak kami
untuk mengikutinya. Tidak beberapa lama
rombongan polisi kota dan orang tua Rangga datang. Dan pencarianpun kami
teruskan sampai larut malam hingga menjelang pagi. Akan tetapi ketua RT dan
para polisi menyarankan untuk menghentikan pencarian dan menunggu sampai
matahari terbit.
Keadaan pantai yang
semula sepi dengan pengunjung, kini menjadi sangat ramai. Semua kalangan datang
kesini. Mulai dari polisi, warga sekitar, warga
tempat kami mengabdi, dosen dan para wartawan datang ke TKP. Suasana
semakin ramai dan ombak makin hari semakin besar, sampai siang dihari kedua
hilangnya Rangga belum ada tanda-tanda yang jelas.
Salah satu dari polisi
air menyarankan untuk pergi kejuru kunci pantai tersebut. Karena berdasarkan
kronologi cerita, kejadian ini agak sedikit aneh. Juru kunci pantai tersebut memang diberi
kelebihan indera keenam yang tidak dimiliki oleh orang biasa. Sehingga beliau
dapat berkomunikasi dengan penunggu laut selatan. Kemudian beliau meminta kami
untuk menunggu sampai besok. Pada malam hari seluruh polisi dan juru kunci
stand by di pesisir pantai. Percaya tidak percaya sang juru kunci pantai
mengatakan bahwa kehilangan teman kami, bukanlah hilang biasa. Tapi dia semacam
hilang berpindah alam. “What???? jaman Internet kayak gini masih ada
kepercayaan pantai selatan???” aku mengoceh sendiri, dengan berbagai pertanyaan
muncul di kepalaku.
Ternyata kejadian orang
hilang di pantai tersebut tidak hanya hari ini. Setiap tahun pasti ada orang
hilang, ntah itu kembali atau tidak.
Meskipun kembali tapi keadaan jasad sudah tidak normal kembali. Ada yang
sudah meninggal dengan kulit tubuh dan isi perut yang tidak jelas wujudnya. Ada
lagi setelah beberapa hari dan bulan, orang tersebut ditemukan kembali dalam
keadaan rambut kuku dan baju berubah wujud. Maksudnya berubah wujud disini
adalah, baju sudah berbah wujud dari pertama kali memakai baju kemudian setelah
ditemukan hanya bercelan dalam dan kuku, rambut berubah panjang.
Satu hari, dua hari,
dan tiga hari. Tiga hari sudah, kami menetap menjadi anak pantai. Setiap hari kita
bersama polisi air dan orang tua Rangga menyusuri pantai. Warga seluruh pantai Seribu
dihimbau untuk memberitahukan keadaan pantai daerahnya jika terdapat orang mengapung
di laut.
Tiga hari terakhir kami
diminta oleh dosen untuk kembali terlebih dahulu ke tempat pengabdian untuk
menyelesaikan segala urusan disana.
Polisi air dan orang tua Rangga masih menetap disana sampai hari
ketujuh. Sudah seminggu dia telah pergi menghilang tanpa jejak. Jasad ataupun
tanda-tanda lain tidak ditemukan. Teman-teman yang mempunyai kelebihan
mengatakan hal yang sama seperti juru kunci katakan, bahwa dia tidak tenggelam
biasa. Ntah lah aku sendiri bingung dengan kenyataan ini, semoga dia selalu
dalam perlindunganNya.
Seminggu, dua minggu,
tiga minggu, sebulan, dua bulan , tiga bulan dan menjelang empat bulan tidak
ada kabar apapun. Tetapi pencarian masih terus dilakukan. Beberapa teman orang
tua Rangga ikut membantu dengan menyakan
kebeberapa orang pintar. Dan kebanyakan menjawab bahwa dia masih hidup. Perasaan ibunya pun
mengatakan demikian, bahwa sampai sekarang dia tidak mempunyai firasat bahwa
dia telah tiada. Dia masih hidup tapi ntah kita tidak dimana keberadaannya.
Pelajaran
yang bisa kita ambil dari kejadian ini :
- Jangan lah berlebih-lebihan dalam bersenang-senang, ingat innallaha laa yuhibbul musrifiin
- Dimanapun kamu berada tetaplah ingat kepadNya
- Saling menjaga antara teman satu dengan yang lain, jangan biarkan teman menyendiri, melamun dan sebagainya.
- Selesaikan kewajiban awalmu dengan baik dan benar
- Jangan terlalu banyak tertawa.
Saya percaya dengan kepercayaan pantai selatan, karena saya pernah mengalami nya sendiri..
BalasHapusWaah. Benarkah..? Maaf, apakah pernag mengalami peristiwa seperti di atas?
BalasHapus