Kota Ponorogo memilik nuansa yang berbeda dari pada kota-kota
kecil lainnya. bukan hanya kota kecil, kota besarpun turut tersingkirkan
dengan adanya keistimewaan dari kota reog ini. Kota yang memiliki luas
1.371,78 km² yang terletak antara 111°17’- 111°52’ Bujur Timur dan
7°49’- 8°20’ Lintang Selatan dengan ketinggian antara 92 sampai dengan
2.563 meter diatas permukaan laut, yang berbatasan dengan, sebelah
utara Kabupaten Madiun, Magetan dan Nganjuk, sebelah Timur Kabupaten
Tulungagung dan Trenggalek, sebelah Selatan Kabupaten Pacitan serta
sebelah Barat Kabupaten Pacitan dan Wonogiri (Jawa Tengah).
Teduh,
sejuk dan asri. Itulah kesan pertama saya ketika berkunjuing di obyek
wisata Telaga Ngebel. Obyek wisata yang terletak di Gunung Wilis ini
mempunyai keunikan tersendiri dari pada tempat wisata lainnya. Kenapa
saya bilang mempunyai keunikan tesendiri?. Ketika saya berkunjung,
panorama yang begitu mewah dan masih belum terlalu banyak bangunan besar
menjadikan kesan obyek wisata ini terlihat masih nature.
Merupakan tempat yang cocok untuk penghilang stres sekaligus pengobat
rindu akan kelestarian udara dan pemandangan yang masih tersa alami
Saya
menempuh perjalanan dari Kota Ponorogo, karena Telaga Ngebel bisa di
tempuh dari jarak 24 km kearah Timur Laut dari Kabupaten Ponorogo Jawa
Timur, tepatnya di Gunung Wilis dengan ketinggian 750 meter diatas
permukaan laut. Para wisatawan jika ingin menikmati pemandangan alam
sebelum sampi pada telaga, bisa menggunakan motor ataupun mobil pribadi.
Tetapi jika wisatawan berasal dari luar kota dan ingin langsung menuju
tempat tujuan, maka bisa menggunakan angkutan umum/bis mini.
Banyak
terlihat para anak muda, keluarga dan pasangan muda-mudi menikmati
pemandangan di pinggir jalan sambil menikmati buah-buahan yang tumbuh
subur di daerah tersebut. Tanah subur di daerah ini telah menghasilkan
berbagai macam aneka buah seperti durian, nangka, manggis dan pundung.
Untuk menemukannya pun kita tidak perlu susah-susah untuk mencarinya.
Karena di sepanjang perjalanan kita bisa menemukan penjual buah yang
bisa di santap langsung di tempatnya sambil menikmati pemandangan.
Durian Ngebel. Begitu lah sebutan terkenal untuk buah yang menjadi
primadona wisatawan. Perkebunan lainnya seperti cengkeh dan kopi juga
ikut memeriahkan tanaman di kawasan ini.
Ketka saya
memasuki area Telaga Ngebel, saya sempat tertegun dengan kuburan yang
berada di puncak bukit Pegunungan Wilis. Konon menurut legenda, kuburan
tersebut adalah tempat peristirahatan Baru klinthing. Siapakah baru
Klinthing?. Baru Klinthing adalah sosok legendaris yang menjadi salah
satu sebab terbentuknya telaga ini. Menurut sejarah, Telaga Ngebel
dulunya adalah sebuah desa yang degenangi oleh air.
Telaga
ini mempunyai cerita yang sangat unik didasarkan pada kisah seekor naga
yang bernama Baru Klinthing. Ketika bermiditasi, secara tidak sengaja
dipotong-potong oleh msyarakat setempat untuk dimakan. Secara ajaib
sang ular manjadi anak kecil yang buruk rupa dan tidak diterima oleh
masyarakat setempat. Hanya nenek tualah yang mau menerimanya dan
memberikan pakaian sekaligus makanan agar anak tersebut. tidak terlihat
usang. Sebagai balasan kebaikan yang telah diberikan nenek tua ini, sang
anak memberikan mangkuk besar dan senduk besar. “Nenek yang baik hati
pergunakanlah sendok dan mangkuk ini ketika banjir datang” pesan sang
anak kecil itu.
Kemudian anak tersebut mendatangi
masyarakat dan mengadakan sayembara untuk mencabut lidi yang telah
ditancapkan sendiri di tanah. Namun tak seorangpun berhasil mencabutnya.
Karena dia sendirilah yang berhasil mencabutnya. Dari bekas cabutan
lidi tersebut, keluar mata air dan menggenangi seluruh desa. Semua
penduduk tewas, kecuali si nenek yang telah diberi mangkuk dan sendok
raksasa. Genangan air dari cabutan lidi kemudian menjadi telaga sampai
saat ini yang kita kenal dengan sebutan Telaga Ngebel.
Setiap
1 tahun sekali, tanggal 1 Syuro/ 1 Muharrom di telaga ini diadakan
upacara adat yang terkenal dengan sebutan Larung Sesaji, rangkaian
acara Grebeg Suro, menjadi tradisi upacara adat tahunan kabupaten
Ponorogo. Grebeg Suro memiliki arti tersendiri bagi warga Ponorogo pada
umumnya. Kegiatan ini dirayakan untuk mengenang kejayaan kerajaan
Bantarangin yang berjaya dan dikenalnya dengan sebutan warok
(kesatria-kesatria pilih tanding yg sakti mandragun)
Rangkaian
acara grebeg suro ini beraneka ragam. Festival Reog Nasional yang
menjadi agenda tahunan pada upacara adat ini, dikemas secara matang
sehingga layak untuk dijul di pasar wisata internasional. Event ini
menjadi kalender wisata nasional, dan cukup menarik bagi wisatawan
mancanegara untuk berkunjung di kota kecil di Jawa Timur.
Identitas
yang paling menarik di kota ini adalah kesenian reog. Pentas seninya
sudah dikenal di berbagai kota di Indonesia bahkan mancanegara. Di
Setiap sudut-sudut kota banyak dijumpai miniatur-miniatur reog. Tak
hanya itu, untuk melestarikan kebudyaan dan agar tidah hilang ditelan
oleh zaman yang semakin modern, banyak dijumpai sanggar-sanggar tari
reog, dan tempat perawatan khusus reog yang dibalut oleh bulu-bulu
merak.
Sebagai masyarakat Ponorogo saya berharap Grebeg
Suro setiap tahunnya mempunyai makna yang penting karena merupakan
kegiatan awal tahun untuk menyongsong tahun kunjungan wisata di
tahun-tahun berikutnya, sehingga bermanfaat untuk semua kalangan, tidak
hanya sebagian dari warga Ponorogo saja.
0 comments:
Posting Komentar