Toleransi Agama

Sebelum saya bawa menyelam lebih dalam, saya akan sedikit  bercerita tentang kunjungan pertama saya ke Bali.  Kagum dan menyenangkan. Itulah kesan saya ketika menginjakkan pulau dewata. Mungkin teman-teman akan berkata, ya eyaaalah..baru pertama gitu nginjakin kaki di Bali. Bisa juga dikatakan begitu. Tapi sebenarnya bukan itu yang membuat saya berkesan. Selain pemandangannya luar biasa indah, yang paling membuat saya berkesan adalah toleransi antar umat Bergama dan kentalnya tradisi budaya  di pulau tersebut. Di sepanjang jalan dan setiap rumah saya melihat ada sesuatu yang aneh. Depan rumah mereka ada semacam  tugu yang dibalut dengan kain dan di dalamnya terdapat dupa dan sesajen. Kira-kira fungsinya buat apa ya? Karena penasaran , langsung saya tanyakan pada pemandu wisata kami, ternyata tugu-tuigu tersebut digunakan sebagai tempat bersemayam para roh penunggu rumah mereka. Selain itu masyarakat Bali sangat menghormati dan menjunjung tingi adat istiadat. Contoh yang paling kental adalah masyarakat Bali tidak diperbolehkan membangun bangunan yang tingginya melebihi pohon kelapa. Mereka mengangagap bahwa pohon kelapa adalah pohon suci seperti halnya hewan sapi (bagi masyarakat non muslim). Semua makhluk hidup jika setiap bagian tubuhnya bermanfaat maka dianggap makhluk hidup tersebut suci. Untuk bangunan ini semua masyarakat Bali harus patuh tidak terkecuali masyarakat muslim.

Selain keanehan-keanehan ini, yang paling membuat saya kagum adalah toleransi antar umat beragama. Di sana saya merasakan adanya sikap  saling menghormati perbedaan.  Sangat terlihat ketika saya mengunjungi danau Bedugul, disana saya melihat ada masjid yang bersebelahan dengan pura, selain itu interaksi sosial pun saling  terjaga keakrabannya (Kalau antar umat beragama saja bisa rukun kenapa sesama agama bisa sering bertengkar ? padahal hanya karena perbedaan prinsip, pendapat, pandangan , madzhab). Orang Hindu menghormati keyakinan orang islam dan begitu pula sebaliknya. Next!! langsung kita meluncur ke pusat oleh-oleh yang paling terkenal di Bali yaitu Joger. Disana saya menemukan tulisan yang sangat menarik. Langsung ambil kamera shoot and klik, tulisan itu tertangkap dan terekam. Kata-katanya biasa saja, tidak ilmiah tapi mempunyai kandungan dan makna yang luar biasa. Jika kita renungkan kita bisa menyetujui kata-kata  tersebut bahkan bisa juga menyangkalnya.

“Lakukanlah dan/atau prioritaskanlah hal-hal yang tidak menyangkan tapi baik dan bermanfaat dan senag hati , maka hidup pun akan senag dan bahagia”

Sering kali kita menhindari sesuatu yang tidak menjadi kehndak kita dengan berbagai alasan. “Saya tidak suka melakukan hal ini karena hati saya sedang tidak berkenan” perkataan ini sering saya dengar bahkan saya sendiri sering seperti itu. Padahal sudah jelas-jelas tau bahwa hal itu baik dan positif. Mungkin ada yang beralasan, “apa yang kita lakukan itukan harus dari lubuk hati yang paling dalam, dari pada gak ikhlas mending gak usah”. Ikhlas adalah memberi tanpa melihat kembali apa yang kita beri. Dengan ikhlas maka segala urusan akan terpenuhi dengn maksimal, lalu mengapa ikhlas masih dijadikan alasan?. Ada lagi alasan sepert ini “saya kan masih belum sempurna, masih sering jailin orang dan berbuat maksiat” Alasan yang menurut saya tidak logis. Tapi sering kita buat sendiri dan akhirnya kita enggan untuk melakukan hal-hal positif.

Contoh yang paling ringan dan sering kita ulangi terus menerus adalah mengingatkan orang lain.  Bukankah dalam al-Qur’an dan hadist sudah dijelaskan  “Kalian adalah umat terbaik yang pernah dilahirkan untuk manusia, kalian menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar.” (QS. Al- Imran: 110)

Dari Abu Umamah Al-Bahili -radhiallahu anhu- dia berkata: Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- bersabda:
“Sesungguhnya para malaikat, serta semua penduduk langit-langit dan bumi, sampai semut-semut di sarangnya, mereka semua  bershalawat atas orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.” (HR. At-Tirmizi no. 2685 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib: 1/36 dan Shahih Al-Jami’ no. 1883)

Rasanya kurang pantas jika kita mengingatkan orang, karena hal itu terkesan terlalu mencampuri urusan pribadi orang lain. Apalagi kalau merasa diri kita belum sepenuhnya sempurna. Hal inilah yang membuat kita enggan untuk saling mengingatkan. Sehingga bisa kita lihat sekarang banyak terjadi pemandangan negatife (maksiut dan maksiat) merajalela. Mengingatkan orang tidak harus menunggu diri kita menjadi sempurna. Dengan mengingatkan, maka secara perlahan diri kita akan terbawa dengan perkataan yang kita tegurkan pada orang lain. Hal itu sudah menjadi hukum alam. Jika kita mengingatkan orang maka mau tidak mau kita pun akan melakukan apa yang kita kita nasehtakan pada orang tersebut. Dari sini jika kita terapkan dan orang yang kita ingatkan melaksanakannya maka kita kan memperoleh pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya. Dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amir Al-Anshari -radhiallahu anhu- dia berkata: Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- bersabda:

 “Barangsiapa yang mengajak menuju hidayah maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya, tapi tanpa mengurangi sedikitpun dari pahala-pahala mereka. Barangsiapa yang mengajak menuju kesesatan maka dia mendapatkan dosa seperti doa orang-orang yang mengikutinya, tapi tanpa mengurangi sedikitpun dari dosa-dosa mereka.” (HR. Muslim no. 2674)

Untuk apa kita banyak alasan lagi, walaupun hal itu kurang menyenangkan bagi diri kita, asalkan itu baik apa salahnya kita mencoba.

0 comments:

Posting Komentar