Negatif Vs Positif


Fenomena dunia entertainment memang selalu menjadi sorotan publik. Terlebih lagi jika menjadi praktisi entertainment. Profesi tersebut bisa disebut dengan artis atau publik figur masyarakat. Manusia yang sering mondar-mandir dalam dunia entertainment ini secara langsung maupun tidak langsung menjadi sorotan beribu-ribu pasang mata. Dan terkadang setiap gerak-geraknya menjadi panutan bahkan menjadi perbincangan yang menarik sendiri bagi masyarakat. Sang idola yang terus menjadi pusat perhatian seakan-akan menjadi sebuah maskot penggerak mode ataupun perilaku masyarakat.  Contohnya saja artis A memakai model baju dengan gaya seperti ini dan seperti itu, maka seluruh penggemarnya pun akan mengikuti pakaian yang dikenakan artis A tersebut, walaupun sebenarnya kurang pantas untuk moral bangsa kita. Tapi seakan-akan hal tersebut tidak menjadi halangan untuk terus mengikuti mode artis A tersebut. “Yang penting terlihat cantik dan keren seperti sang idola, terlihat modis dan tidak kuper” kalimat ini merupakan statement para fans yang bertingkah laku selayaknya artis idola mereka. 

“Engkau yang nyalakan, engkau pula yang padamkan” ingatkah dengan sebait lirik lagu ini?. Lirik lagu ini bisa dianalogikan pada sebuah ketenaran sang idola yang tak terlepas dari sorotan media massa. Menjadi publik figur harus senantiasa berhati- hati terhadap setiap apa yang dilakukannnya, karena nyala dan padamnya ketenaran tidak terlepas dari media massa yang mentransfer pada penilaian masyarakat. Publik figur tidak akan naik daun kalau tidak ada dukungan dari media massa dan para fans. Tidak pula  akan mengalami masa suram kalau tidak ada komentar masyarakat yang terus menggunjing ketenarannya.

Contoh yang nyata pada akhir-akhir ini adalah perceraian Aa Gym dan Teh Nini. Dari ketenaran Aa gym yang  terkenal dengan siraman rohaninya mampu membius masyarakat tetapi akhir- akhir ini masyarakat merasa di kecewakan oleh Aa Gym yang berpoligami. Begitu banyak kekecewaan dari masyarakat terlebih lagi bagi kaum hawa yang kurang setuju dengan adanya poligami dan juga tidak suka jika di poligami walaupun sebenarnya menurut syariat Islam asalkan dengan berbagai persyaratan tertentu hal tersebut sah-sah saja dan barang siapa yang menerima dengan lapang dada maka surga adalah jaminannya. Hingga akhirnya ketenaran beliau mulai redup karena di rasa beliau telah mempermainkan perempuan dan hanya bisa berteori ataupun memberikan ceramah saja tanpa adanya praktek yang nyata. Tayangan media infotainment meriview berbagai ceramah beliau seakan-akan memperlihatkan hal yang pernah beliau bicarakan dengan keadaan beliau sekarang sangat berlawanan. Maka bertambahlah asumsi negatife masyarakat tentang sosok publik figure ini. 

Indah sekali seandainya dunia ini setiap individu tidak pernah memandang sisi negatife suatu golongan ataupun individu lain. Dari sini maka akan terjadi sinkretisme (keterpaduan) lintas kepribadian. Jika paham ini di terapkan pada setiap pribadi kita maka tidak ada prasangka negatife pada suatu golongan ataupun indvidu lain. Tidak ada perpecahan, tidak ada gossip, tidak ada kekecewaan. Aa Gym dan publik figur lainnya adalah manusia yang tidak lepas dari kesalahan. Manusia tercipta dari dua hal yang saling berlawanan tubuh yang kasar dan roh yang halus. Semua itu tidak akan pernah bersatu jika tidak ada sikap toleran dan lapang dada dalam menerima semua kekurangan yang ada. Ambil setiap sisi positif dari setiap individu ataupun golongan. Kemudian jadikan pelajaran dari sisi negatife mereka untuk pelajaran pribadi sehingga kita bisa terus mengintropesksi diri sendiri.  

Adakalanya kita bisa belajar dari sebuah kelompok pada abad ke-10-11 M yang di dalamnya terhimpun ilmuwan, filusuf, dan sufi.  Suatu kelompok yang tinggal di Mesopotamia pada wilayah Bashar dan menyebut diri mereka “Ikhwan al-Safa” yang  berarti persaudarran suci. Mereka mempunyai misi sebagai gerakan pembebasan melalui pelajaran filsafat dan induk sufistik. Sehingga dari landasan inilah persaudaran mereka tidak hanya persaudaraan suci tapi juga sinkresasi antar agama, budaya, dan aliran pemikiran.(Musoffa, 444)
Kelompok ini mengambil segala sisi positif dari suatu aliran ataupun golongan. Seperti halnya mereka mengambil sisi positif dari kaum yahudi, dari sisi lain mereka dikecam sebagai orang yang culas tapi mereka mengambil sisi terang dari yahudi yaitu kecerdasan dan kecerdikannya. Sebagai kelompok yang menempatkan dirinya melalui pelajaran fisafat maka mereka mengambil tidak segan-segan mengadopsi pemikiran filusuf terutama Pytagoras, Plato, Aristoteles, dan Neoplatonoisme. Namun demikian mereka tetap menempatkan sentralisasi al-Qur’an sebagai sumbangsi pelangkap, inspirasi dan rujukan untuk mengajak pengikutnya dalam menjalani perjalanan spiritual. 

Dari narasi tentang ikhwan al-Safa ini perlu kiranya kita mengambil contoh bagaimana mereka bisa mengambil sisi positif dari setiap pemikiran-pemikakiran suatu kelompok atau filusuf yang mungkin bagi kita hanya bisa kita lihat sisi kelamnya saja. Agar kita bisa lebih menekankan pada sikap moral sepeti persamaan, persaudaraan, dan tolong menolong sebagai modal untuk menyatukan tali silahturahmi yang saling mempunyai kekurangan dan kemudian saling melengkapai satu sama lain untuk membentuk simbiosis mutualisme kemudian menggunakan keyakinan masing-masing untuk saling membantu satu sama lain untuk terwujudnya kehidupan sejahtera, damai, dan sentosa. 

 Referensi :
Esai-esai bentara 2002. PT Kompas media nusantara

0 comments:

Posting Komentar