Kontradiksi tentang eksistensi perempuan dalam sektor
publik yang sudah lama tidak terpecahkan telah menyudutkan kaum wanita bahkan
semakin kompleks. Walaupun perempuan telah banyak berkiprah dan berpeluang
dalam pembangunan namun masih di batasai kebebasannya. Hal ini bisa dilihat
dari pemberian peran perempuan yang masih “setangah-setengah”. Peran publik
seolah tidak memberikan ruang gerak pada perempuan dan hanya menjadi pelengkap
dalam tatanan nya saja.
Dari masalah separti inilah wanita barat yang
mengingikan kemandirian dari segi ekonomi sehingga merasa perlu melakukan suatu
pergerakan. Emansipasi, itulah konsep yang cukup diperjuangkan untuk
mendapatkan peran wanita dalam kancah publik. Konsep ini bukan berasal dari Timur melainkan diserap
dari konsep Barat yang menyisihkan peran moral dan agama serta mengutamakan
logika sebagai landasannya. Dari konsep ini melahirkankan gerakan feminism.
Tujuan dari gerakan ini untuk menemukan formula dalam menyetarakan hak perempuan
dan laki-laki dalam segala bidang.
Gerakan ini mempunyai dampak kemajuan yang cukup
mencengangkan. Akan tetapi dibalik kemajuan tersebut terdapat dampak negatif
yaitu semakin tingginya angka perceraian. Seperti halnya dampak negatif yang
terjadi di sekeliling kita, peran perempuan
dalam sektor publik banyak di manfaatkan untuk bisnis, seperti yang kita lihat
dalam tayangan-tanyangan iklan dewasa ini, nyaris menjual citra perempuan.
Perasaan malu, halus pada diri perempuan sudah tidak ada, padahal Tuhan telah menganugrahkan
perasaan itu sebagai keistemewaan akhlak perempuan. Lalu, seperti apakah peran
perempuan sesungguhnya?
Sebagai kaum hawa kita tidak bisa disamakan
dengan laki-laki secara qodrati.
Kita tetaplah perempuan yang telah dianugrahi berbagaia macam keistemewaan oleh
Tuhan. Laki-laki mempunyai tugas sendiri demikan juga wanita. Dalam hal ini,
antara laki-laki dan perempuan; gender boleh setara tapi kodrat tetap berbeda.
Jika kita sebagai wanita Indonesia mengikuti praktek
yang telah diperankan wanita barat, maka
jangan heran kalau bangsa kita akan hancur. Mengapa hal itu bisa terjadi? Karena
baik buruknya generasi bangsa kita sangat ditentukan oleh peran wanita dalam
keluarga. Sehingga ada baiknya kita
sebagai kaum hawa bisa memahami qodrat dan fitrah wanita sesungguhnya.
Keistemawaan lain dari kaum hawa adalah mereka lebih
memiliki peran ganda sebagai isteri, pendidik anak, dan tokoh masyarakat. Meskipun
para wanita telah diberi kelonggaran untuk berjuang, akan tetapi perlu diingat bahwa
perjuangan laki-laki dan perempuan berbeda sesuai dengan kodrat masing-masing.
para wanita bisa juga berjuang dari barisan berlakang dalam mengatur ekonomi,
kesejahteraan masyarakat, pendidikan, dakwah dan mengukuhkan rumah tangga. Untuk
melaksanakan itu semua, maka perlu di butuhkan pemimpin yang memiliki
kepintaran dan ke intelektualan.
Sedikit apapun kontribusi perempuan pada lingkungan
merupakan modal dasar kita untuk berbuat lebih banyak. Karena kita tidak hanya
menjadi ibu rumah tangga saja akan tetapi kita harus bisa menjadi ibu peradapan
yang akan menghasilkan generasi hebat. Jika kita sebagai perempuan mampu
menyeimbangkan peran ganda tersebut dan mencapai target-target yang dituju,
maka hal tersebut merupakan nilai tambah yang akan menjadikan para perempuan lebih
istemawa dari laki-laki. Tentunya harus dengan batas-batas dan penjagaan.
Sangat wajar bukan, kalau perhiasan (wanita adalah perhiasan dunia) harus
selalu mendapat penjagaan yang ketat. Karena keberadaannya diinginkan di tengah
masyarakat.
Jika dilihat dari multiperan wanita tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
untuk memainkan ketiganya tidaklah mudah. Haruslah seimbang antara kiprah dalam
masyarakat ataupun pada keluarga dan bagaimanapun sumbangsih perempuan dalam
masyarakat, maka perlu diingat bahwa peran
utama sebagai ibu dan pendidik anak haruslah diutamakan. Agar hal itu dapat
terlaksana maka di perlukan bekal ilmu spiritual (agama) dan ilmu pengetahuan ataupun wawasan yang luas. Kedua
ilmu itu harus kita maksimalkan untuk menjadikan diri kita sempura, tentunya
sebagai wanita Indonesia yang tidak terkansel kemudian tergantikan oleh budaya wanita barat.
Cukuplah kita melihat dan mengambil pelajaran dari
kehancuran para wanita barat yang lebih mengutamakan rasio, dalam meningkatkan
profil kita sebagai wanita Indonesia yang menjunjung tinggi moral, budaya dan
kodrat kita sebagai wanita yang mengabdi kepada keluarga, bangsa, agama dan Negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar