Belajar Hadist Tidak Sesulit yang Kita Bayangkan

Pada umumnya umat islam tanpa menafikkan diri telah muncul sekelompok umat yang menamakan dirinya sebagai munkir al sunnah yang dengan demikian mengingkari posisinya sebagai sumber tasyri, menyepakati posisi hadis sebagai sumber tasyri islam, kecuali dalam startifikasi sumber hukum islam. Kedua sumber hukum ini saling terkait dan merupakan satu kesatuan yg utuh dalam konteks perannya memberikan tuntutan hidup manusia. Jika al-Qur’an merupakan sumber utama yang berisi prinsip-prinsip pokok kehidupan yang di terangkan secara mujmal, maka hadis merupakan mubayyin dan tuntunan operasionalnya. Karena itu, tampaknya tidak berlebihan jika di nyatakan bahwa tanpa kehadiran hadits, alqur’an akan menjumpai banyak kesulitan untuk di praktikkan.

Mengingat posisi hadis yang demikian strategis sebagai salah satu sumber pokok ajaran islam, maka kajian-kajian terhadapnya menjadi sangat urgen di lakukan. Kajian di maksud tidak saja menyangkut matannya, tetapi yang lebih penting di lakukan pertama adalah justru pada sanadnya. Bahkan para ulama menyatakan bahwa tanpa sanad, matan sebaik apapun tidak akan pernah dinyatakan sebagai hadis. Persoalan pelik yang menjadikan hadis demikian rumit, di antaranya di sebabkan oleh persoalan yang berkaitan dengan historisitas hadis, posisi dan fungsi hadits terhadap al-quran, istilah-istilah dan diksi yang di gunakan, serta problem otentisitas hadis yang di pertanyakan oleh banyak kalangan.

Banyak diksi yang di gunakan dalam ilmu hadits, tampak terkesan dan menjadikan ilmu ini “kurang diminati” oleh sejumlah orang, karena istilah-istilah yang di gunakan dalam ilmu hadis tersebut belum tentu dapat di cari padanan katanya di dalam bahasa Indonesia. Historitas hadis berbeda dengan historitas al-Qur,an. Perbedaan di maksud terletak di antaranya pada konteks kemunculan, proses periwayatnya, dan penulisannya. al-Qur’an yang merupkan wahyu Allah yang diturunkan secar mutawatir dari sisi otoritas sumbernya mampu memberikan keyakinan yang pasti (qath’i al tsubut). Namun tidak Demikian dengan Hadits yang mayoritasnya tidak dilakukan dengan mutawatir namun ahad. Konsekuensinya dari proses periwayatan secara ahad ini, menjadikan nilai hadis tidak mempu memberikan nilai pasti atas otoritas kesumberannya.

Ke dzannian hadits dari sisi wurudnya ini, menjadi faktor penting yang dapat di jadikan dasar untuk menguji otentitas dan orisinalitas sebuah hadis. Untuk kepentingan pengujian otentisitas dan orisinalitas sebuah hadis, untuk kepentingan pengujian otentisitas dan validitas hadis-hadis dari sisi kesumberannya ini pula, maka muncullah sejumlah cabang ilmu hadis di antaranya adalah ilmu al-jarh wa al-ta’dil. Ilmu ini memiliki cara kerja yang jelas dan prosedural. Dengan bantuan ilmu ini pula, seorang bisa menentukan nilai suatu hadis dari sisi kritik eksternalnya, yakni kualitas sanadnya.

Berangkat dari kekurang pahaman kita terhadap seluk beluk dan persoalan hadis, seringkali menimbulkan kerancuan yang berakibat pada penerimaan dan penggunaan secara taken for granted atas hadits-hadits nabi. Dalam memahami persoalan hadis dari segala sisinya, menjadi penting untuk dilakukan. Hal ini karena kerumitan ilmu ini menjadikannya “tidak terlalu mendapatkan tempat” sejumlah kalangan, kecuali mereka yang benar-benar memiliki concen terhadap problem keilmuan hadis tersebut. 

Berkaitan dengan fungsi hadis ini, al-Qur’an menekankan bahwa Rasulullah berfungsi menjelaskan maksud dan firman Allah yang sebagian besar masih global, sebagaimana di sebutkan dalam al-Qur’an surat al-Nahl:44 dan dalam QS. Ali Imran: 164. Dari kedua ayat tersebut, dapat kita pahami bahwa fungsi utama sunnah adalah sebagai penjelas (bayyan) terhadap al-Qur’an dan memahami ayat-ayatnya. 

Buku ini sangat cocok dikonsumsi untuk para akademisi ataupun orang yang mengalami kegundahan dalam mengetahui asal-asul hadits agar bisa menilai manakah hadits shokhih, dan hadits dho’if. Mengetahui sanad, matan, dan perowinya dengan jelas. Walaupun di era modern ini telah ditemukan software hadits tetapi jika kita tidak mengetahui dalam dasar-dasar ilmu hadits kita kan semakin jelas dalam menilai kondisi hadits tersebut. 

Kitab untuk mengetahui dasar-dasar hadits sangat banyak, salah satunya adalah Mustholakhul Hadits. Jika kitab ini menjelaskan tentang berbagai macam jenis-jenis hadits dan cara menggunakan hadits secara detail maka buku Kajian Kritis Ilmu Hadis menjawab kerumitan-kerumitan ilmu tersebut dengan bahsa yang mudah di pahami. Buku ini memaparkan kepada pembaca tentang ilmu hadis mulai dari pengertiannya menurut Muhadditsun, Ushuliyyun, dan Fuqaha. Dari setiap ulama tersebut memiliki argument dan persepktif dalam memberikan pengertian hadis. Bila di telusuri lebih lanjut, hadis dan sunnah secara etimologis mempunyai pengertian yang berbeda. Berdasarkan perbedaan pandangan tersebut dapat di simpulkan bahwa kata khabar lebih umum yakni berita atau informasi yang berasal dari mana saja. Masalah di seputar definisi hadis, lazim terkait dengan bentuk-bentuk ungkapan hadis tersebut, yakni qawl (perkataan), fi’il(perbuatan), taqrir(ketetapan), sifati (sifat-sifat), dan bahkan hamiyah (cita-cita) Nabi SAW, yang belum terwujudkan/terlaksanakan 

Harapan dari penulis, semoga dalam penulisan hasil penelitian hadis ini mampu untuk memperjelas sekaligus dapat menjadikan ilmu ini di minati sejumlah orang untuk mempelajari dan memperdalamnya. Dan bukan hanya di jadikan sebuah teori yang terus di endapkan dalam otak, kita akan tetapi dapat di aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Karena hadis merupakan salah satu dari dua warisan yang sudah di amanatkan Rasulullah untuk umat manusia sebagai petunjuk di kehidupan dunia dan akhirat

0 comments:

Posting Komentar